Rumput laut jenis Gracilaria Sp yang diproduksi oleh Koperasi Agar Makmur Sentosa di Dusun Tlocor, Kecamatan Jabon, Sidoarjo berhasil menembus pasar Australia, dan ekspor perdana dilepas oleh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
Rumput laut seberat 15 ton senilai Rp150 juta tersebut diekspor ke perusahaan Start Up bernama ULUU di Australia, setelah sebelumnya koperasi tersebut mengekspor produk serupa seberat 50 ton dengan tujuan China.
"Tentu ini menjadi hal yang luar biasa, bagaimana produksi rumput laut Koperasi Agar Makmur bisa menembus pasar ekspor. Artinya, kualitasnya baik dan kuantitasnya akan terus dikembangkan mengingat permintaan dalam dan luar negeri cukup tinggi,” kata Gubernur Khofifah di sela pelepasan perdana ekspor rumput laut asal Sidoarjo tujuan ke Australia, Jumat.
Ia mengatakan, potensi produksi rumput laut memang sudah skala besar karena setiap bulannya Koperasi Agar Makmur Sentosa mampu memproduksi 500 hingga 800 ton rumput laut kering dari tambak 300 hektare yang dikelola koperasi ini.
"Hasil produksinya tak hanya memenuhi permintaan pasar luar negeri, koperasi ini juga memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri," ujarnya.
Ia mengatakan, pengiriman tersebut dilakukan setiap pekan bergantung pada permintaan pasar. Biasanya, pengiriman pasar lokal dikirimkan ke wilayah Malang, Pasuruan, Singosari, Surabaya dan Sidoarjo.
Lebih lanjut Gubernur Khofifah menyampaikan bahwa budidaya rumput laut di kolam tambak bisa dilakukan bersamaan dengan budi daya ikan bandeng atau udang atau menggunakan metode tumpang sari.
Sehingga, lanjut dia, hal tersebut beriringan dengan penerapan Green hingga Blue Economy. Sebab, jenis rumput laut Gracilaria Sp merupakan jenis rumput laut yang bisa hidup di tambak dan bisa mensubstitusi pemupukan.
"Karena banyak daerah Pantura (pantai utara) yang masih sering kekurangan pupuk untuk tambak. Saya rasa penerapan metode tumpang sari ini juga beriringan dengan penguatan green economy hingga ke arah blue economy," ujarnya.
Menurut Khofifah, jika metode tumpang sari ini terus dikembangkan oleh para petani tambak maka bisa terwujud kesejahteraan lebih signifikan. Karena jika dihitung-hitung kalau pada luasan 1 hektare penghasilan dari tambak rumput laut mencapai Rp45 juta setahun. Ditambah dua kali panen bandeng Rp25 juta kali 2 berarti Rp50 juta, ditambah lagi udang 3 kali panen dalam setahun kali Rp5 juta berarti Rp15 juta.
"Maka total setahun untuk satu hektare bisa menghasilkan Rp110 juta," ucapnya.
Ia juga berharap proses hiliriasi dengan pendirian pabrik pengolahan rumput laut bisa didirikan di kawasan Sidoarjo.
"Apalagi jika dibangun dekat dengan sumber bahan baku (raw material). Ini adalah berita yang bagus bagi kita semua," ujarnya
Dirjen Budidaya KKP Tb. Haeru Rahayu mengatakan bahwa budidaya rumput laut di Sidoarjo ini sejalan dengan strategi KKP menuju Blue Economy. Menurutnya, saat ini ada lima komoditas budidaya yang tengah menjadi fokus KKP.
"Lima komoditas tersebut ialah udang, kepiting, lobster, tilapia, dan rumput laut," katanya.
Sedangkan terkait rencana ULUU membuka pabrik rumput laut di Jatim, ia berpesan agar memaksimalkan tenaga kerja lokal. Sehingga tidak hanya petani yang berdaya, namun warga sekitar juga bisa merasakan manfaatnya.
"Kemudian perhatikan juga lingkungan dengan membuat IPAL yang baik," ujarnya.
Ketua Koperasi Agar Makmur Sentosa Herry Sudarmono menyampaikan bahwa dirinya optimis dengan rencana pendirian pabrik itu mampu memperluas pengembangan Koperasi Agar Makmur Sentosa sendiri.
"Pabrik yang didirikan oleh ULUU nantinya bahan bakunya akan didukung oleh kami. Harapan kami kedepannya setelah revitalisasi yang akan kami lakukan, koperasi kami tidak hanya ekspor melainkan juga bisa memproduksi tepung agar yang mampu meningkatkan nilai jual yang berdampak pada kesejahteraan anggota koperasi serta petani tambak" katanya.