
Ketua Umum Asosiasi rumput laut Indonesia (ARLI) Safari Azis menghimbau anggotanya yang terdiri dari pembudidaya, pengolah, pedagang, eksportir, peneliti dan penggiat rumput laut untuk menerapkan tatanan normal baru dalam semua aspek kegiatan.
"Untuk komoditas rumput laut, sejak awal adanya peraturan dari pemerintah dan himbauan dari WHO tentang pencegahan dan penyebaran COVID-19, pengurus ARLI langsung menyampaikan kepada seluruh anggota untuk menjalankan protokol kesehatan tersebut disamping melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait didaerah masing-masing agar pekerjaan dapat berjalan dengan baik dan lancar," ungkap Safari di Jakarta, Senin (8/6/2020).
Pada sektor hulu, kata dia, kegiatan pembudidayaan meliputi pengikatan bibit, pemasangan tali bentang di laut untuk jenis Eucheuma dan penyebaran bibit di tambak untuk jenis Gracilaria.
“Pada tahap ini umumnya dilakukan oleh para wanita atau Ibu-Ibu rumah tangga, mereka diwajibkan memakai masker, cuci tangan dan jaga jarak bahkan memakai sarung tangan saat bekerja," imbuhnya.
Safari mengatakan hal yang sama juga dilakukan pada tahapan lainnya di penanaman, pemeliharaan, panen, penjemuran serta penyimpanan hasil panen.
"Pada sektor hilir, pekerja diwajibkan mengikuti aturan yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Perindustrian. Sebelum adanya Pandemi COVID-19 ini pun, gudang dan pabrik pengolahan rumput laut anggota ARLI sudah menerapkan Prosedur Operasi Standar yang disyaratkan pada Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) dan Sertifikat Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP) yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)," paparnya.
Menurutnya dalam situasi pandemi, kegiatan ekonomi tetap harus berjalan untuk menekan dampaknya yang lebih besar terhadap ketenagakerjaan, keberlangsungan industri, hingga kemiskinan.
“Pekerja formal tidak sedikit yang sudah dirumahkan, apalagi pekerja informal yang saat ini paling terdampak dan jumlahnya sangat besar. Petani dan pembudidaya pendapatannya menurun, demikian juga dengan daya beli masyarakat yang menurun,” jelasnya.
Safari Azis menyatakan bagi ARLI keberlangsungan pembudidayaan rumput laut sangat penting agar masyarakat dapat bekerja untuk membantu penghasilan keluarga yang berada didaerah pesisir dan pulau-pulau. Disamping juga menggerakkan perekonomian daerah dengan adanya kegiatan perdagangan dan pengolahan rumput laut serta ekspor dalam rangka perolehan devisa untuk negara.
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS), ekspor rumput laut berikut hasil olahannya pada kwartal pertama (I) yaitu Januari - Maret 2020, ada penurunan Volume Ekspor sebesar 30 %, menjadi 31.595.414 kg dari periode yang sama di tahun 2019 yang mencapai 45.438.209 kg. Sementara pada tahun 2020, KKP menargetkan produksi rumput laut Indonesia mencapai 10,99 juta ton dimana sebelumnya pada tahun 2019, tercatat sebesar 9,92 juta ton.
"Dengan adanya penurunan ekspor pada kwartal pertama 2020 ini, kami akan berupaya agar dengan penerapan tatanan normal baru, dapat meningkatkan ekspor dan berharap agar produksi yang ditargetgerkan oleh KKP dapat tercapai. Walau ditengah situasi pandemi, tidak mempengaruhi produktifitas pengembangan rumput laut", paparnya.
Lebih lanjut ARLI juga berharap adanya sinergitas pelaku usaha dari hulu ke hilir, kalangan akademisi hingga peneliti rumput laut dengan pemerintah.
Secara global, lanjutnya, pandemi COVID-19 telah melanda negara-negara tujuan ekspor sehingga mengakibatkan sejumlah pembeli atau industri terkait di luar negeri tidak dapat bekerja secara optimal atau mengurangi jadwal kerja bahkan menutup sementara untuk menjaga kesehatan pekerjanya sehingga menimbulkan distorsi pasar.
Oleh karena itu, kata Safari, sangat penting untuk bersama-sama bekerja memanfaatkan keunggulan komparatif yang dimiliki untuk menjadikan Indonesia sebagai negara produsen terbesar dan pusat ilmu pengetahuan rumput laut tropis dunia.
Dia menuturkan ARLI juga mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk menghadapi tantangan kedepan dengan meningkatkan Daya Saing Industri Rumput Nasional. Pasalnya, saat ini pihaknya dihadapkan dengan adanya penggunaan Bibit Kultur Jaringan rumput laut di Indonesia yang belum dikenal di pasar internasional dan kalangan pengguna.
“Bibit kultur jaringan itu juga belum mendapatkan pengakuan dari lembaga yang kompeten dan kredibel bahkan dikhawatirkan dapat menjadi masaalah baru dalam upaya menjaga hasil olahan rumput laut yaitu Carrageenan dan Agar-Agar supaya tidak dikeluarkan dari Daftar Produk Organik di Amerika Serikat,” tandasnya.