Pendapatan petani dari budidaya rumput laut semakin menurun, selain harga yang turun, pertumbuhan tersebut juga menghadapi kendala yang dipicu oleh musim kemarau yang panjang. Banyak petani beralih ke buruh bangunan dan atau pindah ke Kalimantan Timur untuk buruh kelapa sawit. Mereka yang tinggal di desa kembali melakukan nelayan tradisional atau berbagai macam pekerjaan. Banyak petani mencoba membudidayakan Cottonii meskipun harga di tingkat petani sangat rendah (Rp 4500/kg, biaya produksi 5000/kg). Di daerah yang tidak dapat tumbuh dengan baik, petani masih membudidayakan Spinosum (harga di tingkat petani Rp 1500/kg, biaya produksi Rp 2000/kg). Petani skala kecil perlu lebih tangguh dengan memaksimalkan potensi ekonomi yang ada di sekitarnya.
Beberapa dukungan terkait pengolahan rumput laut sebagai produk industri rumah tangga, telah dilakukan oleh instansi pemerintah maupun LSM. Badan tersebut telah melatih banyak kelompok perempuan untuk mengolah rumput laut menjadi berbagai macam jajanan rumput laut, seperti Dodol, stik keju rumput laut, bakso, selai, saus, soft candy, dll. Beberapa konsumen mengakui bahwa rasa produknya enak. Namun, upaya pemasarannya terbatas. Produk rumput laut jadi hanya tersedia di acara pameran. Ini tidak tersedia secara luas di toko-toko suvenir atau pengecer. Padahal, jika pasar untuk produk ini dikembangkan dengan tepat, akan ada kasus dan peluang yang kuat untuk pendapatan alternatif bagi petani rumput laut.
Penguatan Koperasi untuk Meningkatkan Keberlanjutan Budidaya Rumput Laut dan Pengolahan Rumput Laut Menuju Peningkatan Produktivitas dan Pendapatan Masyarakat Pesisir Sulawesi Selatan.
Pembuatan Pusat Operasi Sistem Komunikasi Komunitas (Posko) UKM JaSuDa merupakan salah satu program pada proyek ini.
Team : Dina Saragih, Gok Bintang Siahaan, Dedi Kurniadi, Ahmad Alqadri, Anshar Hafid, Boedi Julianto, Irsyadi Siradjuddin, Hariyanti |