Pemerintah terus menggencarkan hilirisasi. Dari 28 komoditas yang akan diprioritaskan, enam komoditas di antaranya di sektor perikanan dan kelautan. Sejalan dengan upaya hilirisasi, pemerintah berencana merevitalisasi 78.123 hektar tambak di pantai utara Jawa.
Enam komoditas di sektor kelautan dan perikanan yang akan diprioritaskan untuk program hilirisasi selama periode 2024-2029, yakni udang, ikan tuna, tongkol dan cakalang (TTC), rajungan, dan tilapia. Ada pula rumput laut dan potensi dari lahan garam.
Wakil Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia Budhy Fantigo, Minggu (3/11/2024), menilai, belum ada peta jalan terkait hilirisasi komoditas strategis perikanan. Selama ini, hilirisasi perikanan berjalan alami dan sebagian besar dikelola pada skala industri.
Upaya mendorong program hilirisasi memerlukan keseimbangan aspek hulu-hilir. Maksudnya, penting untuk mengelola perikanan budidaya dan perikanan tangkap agar kompetitif sekaligus mengoptimalkan usaha-usaha pengolahan ikan yang sudah ada.
”Utamakan dulu mengembangkan usaha perikanan yang sudah ada agar lebih optimal dan berdaya saing,” katanya
Hilirisasi komoditas udang saat ini sudah mulai berjalan dalam bentuk produk-produk olahan. Komoditas rajungan umumnya baru diolah setengah jadi, dalam bentuk daging rajungan. Komoditas nila sebatas produk irisan daging (fillet) dengan kapasitas 11.000 ton per tahun.
Hilirisasi tuna, tongkol dan cakalang umumnya untuk bahan baku kualitas rendah, yakni untuk diolah menjadi tongkol kaleng dan tuna kaleng. Selama ini, ikan tuna kualitas premium lebih banyak diekspor dalam bentuk segar dan utuh karena nilai jual lebih tinggi. Sementara ikan-ikan segar kualitas rendah yang tidak terserap pasar domestik perlu didorong untuk hilirisasi.
Hilirisasi membutuhkan penguatan di sisi hulu agar terjadi keberlanjutan produksi.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, beberapa waktu lalu, mengemukakan, hilirisasi membutuhkan penguatan di sisi hulu agar terjadi keberlanjutan produksi. Dengan demikian, utilitas pabrik pengolahan di sisi hilir bisa meningkat.
Untuk itu, pemerintah menargetkan revitalisasi tambak di sepanjang pantai utara Jawa seluas 78.123 hektar (ha) selama 2025-2029 agar pantura Jawa menjadi zona produktif perikanan. Revitalisasi tambak akan berlangsung di 4 provinsi dan 29 kabupaten/kota di pantai utara Jawa.
Dari 78.123 ha target revitalisasi, 13.000 ha tambak ditargetkan selesai pada 2026. Revitalisasi itu diharapkan mendorong antara lain produksi nila hingga 1,5 juta ton per tahun untuk memenuhi kebutuhan pengolahan skala industri.
”Kalau aspek hulu (produksi) tidak siap, maka pabrik akan tidak beroperasi optimal,” katanya dalam konferensi pers, beberapa waktu lalu.
Adapun komoditas udang sempat terganggu isu dumping ke pasar utama AS. Udang merupakan komoditas unggulan ekspor perikanan dengan nilai ekspor rata-rata 1,7 miliar dollars AS sampai 2 miliar dollar AS.
Pemerintah menargetkan revitalisasi tambak di sepanjang pantai utara Jawa seluas 78.123 hektar (ha) selama 2025-2029 agar pantura Jawa menjadi zona produktif perikanan.
Sambil mendorong penyelesaian tuduhan dumping, pemerintah akan memacu produksi udang dengan membangun percontohan tambak udang terintegrasi di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Pembangunan lahan produksi seluas 384 ha pada lahan total seluas 2.508 ha direncanakan menelan investasi Rp 7,5 triliun.
Budhy menambahkan, program hilirisasi perlu didukung perluasan pasar. Selama ini pertumbuhan pasar lokal cenderung lambat dan sangat bergantung pada kondisi perekonomian. Apabila produksi didorong besar-besaran, tetapi perluasan pasar tidak terbentuk, maka akan harga jual produk bakal anjlok dan memukul kontinuitas usaha produsen.
Sementara itu, hilirisasi rumput laut hingga kini masih menuai polemik. Kerancuan bahkan terjadi bahkan dari data produksi dan ekspor yang berbeda antara pemerintah dan pelaku usaha rumput laut.
Selama tahun 2023, Kementerian Kelautan dan Perikanan mengklaim produksi rumput laut menembus 10 juta ton basah atau 1 juta ton kering. Akan tetapi, data yang dirilis Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) menyebutkan produksi rumput laut basah 4 juta ton atau 400.000 ton kering, sementara 50 persen dari produk rumput laut kering diekspor.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, ekspor rumput laut selama tahun 2023 tercatat 266.000 ton atau senilai 434 juta dollar AS. Sementara itu, bulan Januari-Agustus 2024, ekspor rumput laut tercatat 169.000 ton atau senilai 227 juta dollar AS.
Ketua Umum ARLI Safari Azis, mengemukakan, semua pihak perlu memahami bahwa Indonesia merupakan produsen rumput laut tropis dunia yang umumnya untuk diolah menjadi hidrokoloid seperti agar-agar dan karaginan. Ini berbeda dengan jenis rumput laut di perairan subtropis seperti Porphyra (nori) untuk makanan langsung.
Saat ini, porsi rumput laut di pasar global untuk makanan langsung sebanyak 70 persen, hidrokoloid sebanyak 15 persen, dan biostimulan sebanyak 3 persen.
”Kami mengutamakan produk rumput laut sebagai hidrokoloid yang sudah jelas bahan baku dan pasarnya. Jika produk biostimulan sudah ditrerima di pasar, tentu kita juga akan meningkatkan produksi dan daya saingnya,” kata Safari, Minggu.