Peningkatan produksi baterai listrik di berbagai belahan dunia mendorong para ilmuan mencari alternatif lithium sebagai bahan baku pembuatan beterai. Langkah ini ditempuh dalam rangka mengurangi ketergantungan produsen mobil listrik pada lithium.
Sebagian ilmuan menilai, konversi dari kendaraan berbahan bakar fosil ke listrik memicu ketergantungan lithium dan kebutuhan jaringan listrik dalam sekala besar. Selain itu, harga lithium akan meroket lantaran jumlahnya menipis.
Hal ini menjadi tantangan dalam produksi kendaraan listrik di seluruh dunia. Namun, ilmuan menemukan bahwa rumput laut menjadi alternatif pengganti lithium. Penemuan ini menjadi solusi keterbatasan lithium di masa depan. Karena, jumlah rumput laut berlimpah di lautan.
Sementara itu, alternatif pengganti lithium yang sedang dieksplorasi dan dikembangkan adalah baterai natrium-logam. Material ini menawarkan kepadatan energi tinggi dengan biaya rendah meski berisiko.
Material ini dapat menimbulkan pertumbuhan dendrit yang tidak terkendali yang menembus separator baterai dan mengakibatkan korsleting.
Namun, penelitian yang dipimpin oleh Bristol University menemukan bahwa bahan nano dari rumput laut dapat menjadi pemisah baterai yang lebih kuat. Disebutkan, serat yang mengandung bahan nano berasal dari rumput laut dan dapat menghentikan kristal elektroda natrium dan dapat meningkatkan kinerja, efisiensi penyimpanan, dan masa pakai baterai.
“Tujuan dari separator adalah untuk memisahkan bagian-bagian yang berfungsi dari baterai dan memungkinkan pengangkutan muatan secara bebas,” kata Jing Wang, Penanggung Jawab dan Ph.D. mahasiswa di Bristol Composites Institute seperti dilansir Carbuzz.
Penemuan ini juga memungkinkan pembuatan teknologi penyimpanan baterai jadi lebih ramah lingkungan dan murah dari segi produksi. Meski masih belum ada rencana pembuatan baterai dari rumput laut dalam waktu dekat, namun penemuan ini dapat memastikan kendaraan listrik terus berkelanjutan.