
Produk rumput laut berupa agar-agar dan karaginan tetap dipertahankan dalam daftar produk organik oleh otoritas Amerika Serikat. Hal ini menguntungkan Indonesia sebagai produsen rumput laut jenis cottonii dan gracilaria tropis terbesar dunia.
Produk karaginan dan agar-agar dari rumput laut ditetapkan dalam daftar produk-produk organik Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) untuk periode 2023-2028. Pada periode 2018-2023, produk karaginan dan agar-agar dari rumput laut juga ditetapkan sebagai produk organik.
Ketua Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) Safari Azis, dari Washington DC, akhir pekan lalu, mengemukakan, keputusan AS untuk mempertahankan produk karaginan dan agar-agar dalam daftar produk organik telah melalui proses evaluasi selama hampir dua tahun dan turut didukung Kedutaan Besar RI di Amerika Serikat. Selain itu, peran serta asosiasi industri rumput laut Filipina, China, dan importir hasil olahan rumput laut di Amerika Serikat.
”Keputusan ini menggembirakan. Kita harus menjaga rumput laut dalam status organik supaya aspek pasar dan harganya lebih bagus sehingga lebih menyejahterakan pembudidaya,” kata Azis.
Rumput laut merupakan bahan makanan untuk pencampur, pengenyal, dan pengemulsi yang dinilai ramah lingkungan. Dengan dipertahankannya komoditas rumput laut dalam daftar organik, nilai jual rumput laut akan meningkat dan penggunaannya semakin luas sebagai bahan makanan.
Azis menambahkan, keputusan AS menjadi acuan pasar internasional bagi rumput laut dan diharapkan membuka peluang perluasan pasar. Saat ini pasar rumput laut Indonesia mencakup China, Filipina, Jepang, AS, dan Uni Eropa. Adapun penggunaan karaginan di Indonesia cenderung masih rendah. Saat ini, sebagian besar rumput laut diekspor dalam bentuk bahan baku kering.
Pemerintah dinilai perlu membentuk tim solid lintas kementerian yang mengagendakan upaya bersama mempertahankan rumput laut agar terus dimasukkan sebagai produk organik. Rumput laut saat ini menjadi salah satu komoditas budidaya unggulan untuk ekspor kelautan dan perikanan, di samping udang. Di sisi lain, pengembangan budidaya rumput laut perlu terus didorong dengan kemudahan perizinan.
Secara terpisah, Direktur Pemasaran Kementerian Kelautan dan Perikanan Erwin Dwiyana mengemukakan, hasil kajian yang dilaksanakan lima tahun sekali oleh USDA terhadap bahan tambahan pangan (BTP) menyebutkan bahwa agar-agar dan karaginan rumput laut masuk dalam BTP pada pangan organik sampai dengan tahun 2028 sehingga penggunaannya luas untuk pangan yang berlabel pangan organik.
”Hasil review ini memberikan dampak positif terhadap program hilirisasi rumput laut dan peningkatan ekspor produk rumput laut bernilai tambah seiring dengan bertumbuh kembangnya industri pengolahan agar yang berbahan baku gracillaria dan karaginan yang berbahan baku cottonii,” kata Erwin.
Pada tahun 2022 Indonesia mengekspor rumput laut sebagai bahan baku ataupun produk olahan ke AS sebanyak 6.703.140 kilogram atau meningkat 7,5 persen dibandingkan dengan tahun 2021 sejumlah 6.194.084 kg. Nilai ekspor rumput laut juga meningkat 33 persen dari 14,47 juta dollar AS pada 2021 menjadi 21,71 juta dollar AS pada 2022.
Azis mengemukakan, Indonesia perlu terus menjaga keunggulan komparatif rumput laut yang dibudidayakan dengan cara natural. Di sisi hilir, aspek pengolahan rumput laut dan kelayakan peralatan di pabrik olahan perlu terus dibenahi agar tidak mangkrak. Hingga saat ini daya serap pabrik pengolahan dalam negeri masih tergolong rendah. Upaya pengembangan industri rumput laut dinilai perlu mengarah pada peningkatan suplai pada rantai pasok global. ”Hilirisasi yang belum optimal dinilai jangan menjadi penghalang bagi pemasaran bahan baku untuk rantai pasok global,” ujarnya.